Laman

Rabu, 18 November 2009

SISTEM POIN

Seorang pria meninggal dunia dan rohnya pergi ke Surga. Di gerbang Surga ia disambut oleh Petrus.

Petrus berkata, "Inilah syarat untuk masuk ke Surga. Engkau memerlukan 100 poin untuk masuk. Caranya, sebutkan semua perbuatan baik yang telah engkau lakukan semasa hidupmu. Tiap-tiap perbuatan baik akan diberi poin sesuai dengan derajat kebaikannya. Kalau engkau sudah mencapai 100 poin maka engkau berhak menjadi penghuni Surga."

"Baiklah," kata orang tersebut, "saya telah menikah selama 50 tahun dan tidak pernah berselingkuh maupun berbohong terhadap istriku walau di dalam pikiran sekalipun."

"Itu bagus," kata Petrus, "nilainya 3 poin!"

"Tiga poin?!" kata orang itu dengan sedikit kecewa. "Baiklah, saya selalu hadir dalam setiap kebaktian Minggu selama hidup saya. Saya selalu membayar perpuluhan dan mendukung penuh pelayanan pekerjaan Tuhan di gereja."

"Luar biasa!" kata Petrus. "Hal ini sudah pasti menghasilkan 1 poin."

"Satu poin?!?" keluhnya; sekarang ia benar-benar merasa cemas. "Saya menjadi pelopor dapur umum untuk orang-orang miskin di kota saya dan saya bekerja di tempat penampungan untuk para veteran perang yang tidak punya rumah."

"Hebat! Itu berarti engkau memiliki tambahan 2 poin lagi," kata Petrus.

"Dua poin!?" orang itu berteriak. "Dengan sistem penilaian seperti ini, satu-satunya cara untuk dapat masuk ke Surga hanyalah dengan kasih anugerah Tuhan!"

Petrus mengangguk dan berkata, "Tepat, 100 poin untuk engkau! Masuklah anakku."

selengkapya...

SUDAHKAH DIASAH? iustrasi

Dahulu kala, ada seorang penebang kayu yang sangat kuat. Ia mendapatkan pekerjaan dari perusahaan penebangan kayu. Ia mendapat upah tinggi dan kondisi kerja yang baik. Karena itu, penebang kayu ini berusaha bekerja sebaik mungkin. Atasannya memberi dia sebuah kampak dan menunjukan tempat dimana ia harus bekerja.

Hari pertama, penebang kayu ini merobohkan 18 batang pohon. Atasannya sangat terkesan dan berkata, "Selamat, teruskan pekerjaanmu!". Termotivasi oleh perkataan atasan, sang penebang kayu bekerja lebih keras esok hari, tapi hanya dapat menebang 15 pohon saja. Hari ketiga dia mencoba lebih keras lagi, tapi dia hanya dapat menebang 10 batang pohon. Hari demi hari pohon yang ditebangnya menjadi lebih sedikit.

"Saya pasti telah kehilangan kekuatan saya", penebang kayu berpikir dalam hatinya. Dia pergi ke atasannya dan minta maaf, sambil berkata bahwa dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Kapan terkahir kali engkau mengasah kampakmu?" tanya sang atasan.

"Mengasah? Saya tidak punya waktu untuk mengasah kampak saya. Saya sibuk sekali menebang pohon-pohon."

Pastikan kita tidak menghabiskan hidup kita seperti penebang kayu tersebut!

"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Pengkotbah 1:1

selengkapya...

SANG PUTERA

Seorang Bapa yang kaya raya beserta putera tunggalnya mempunyai hobi yang sama yaitu mengkoleksi karya-karya seni. Aneka karya seni yang langka mulai dari Picasso sampai Raphael telah mereka miliki. Mereka sering duduk bersama sambil mengagumi koleksi seni mereka yang amat indah.

Pada saat perang Vietnam meletus, sang putera pun berangkat ke medan perang. Sayang sang putera gugur pada saat ia menolong temannya yang terluka. Sang bapa merasa sangat kehilangan dan sedih karena dia adalah putera satu-satunya.

Satu bulan kemudian, sesaat sebelum hari Natal, seseorang mengetuk pintu rumah Bapa tua itu. Seorang pemuda berdiri di depan pintu sambil membawa sebuah bungkusan yang amat besar, dan berkata, "Tuan, Anda pasti tidak mengenal saya. Saya adalah prajurit yang ditolong oleh anak Tuan sesaat sebelum dia gugur. Hari itu dia telah menolong banyak nyawa temannya, dan saat itu ia sedang menggendong saya ke tempat yang aman sebelum tubuhnya tertembus peluru tepat mengenai jantung dan ia gugur saat itu juga. Dia sering bercerita mengenai Anda dan koleksi-koleksi Anda."

Sambil menyerahkan bungkusan yang dibawanya, pemuda itu berkata, "Saya tahu bahwa benda ini tidak ada apa-apanya bila dibanding dengan koleksi Anda, tapi saya yakin bahwa Putera Anda almarhum menginginkan agar Anda mau menerimanya."

Sang bapa membuka bungkusan tersebut. Sebuah lukisan diri sang putera yang dilukis oleh pemuda tersebut terpampang dihadapannya. Lukisan itu benar-benar indah dan hidup. Dengan berlinangkan air mata, sang bapa mengucapkan terima kasih atas pemberian pemuda tersebut dan berniat untuk membayar lukisan itu.

"Tidak Tuan, saya tidak dapat membalas apa yang telah dilakukan putera Anda kepada saya. Ini adalah sebuah hadiah untuk Anda."

Sang bapa kemudian menggantung lukisan tersebut di tempat yang strategis. Lukisan ini senantiasa diperlihatkan kepada setiap tamu yang datang berkunjung ke rumahnya, sebelum mereka menikmati koleksi seni yang lain.

Beberapa bulan kemudian sang bapa pun meninggal. Semua karya seni miliknya dilelang. Banyak orang yang khusus datang untuk menikmati koleksi seni tersebut sambil mengikuti acara pelelangan.

Lukisan pertama yang diajukan untuk dilelang adalah lukisan Sang Putera. Juru lelang mulai menawarkan lukisan tersebut, "Baik Bapak, Ibu sekalian, siapa yang mau memulai penawaran terhadap lukisan ini?"

Tapi tidak ada reaksi dari orang-orang yang hadir, bahkan ada peserta yang berteriak, "Kami ingin melihat lukisan yang terkenal. Lewati saja lukisan ini."

Tapi si juru lelang tidak menggubris usulan tersebut, "Adakah yang ingin menawar lukisan ini? Siapa yang ingin mengajukan penawaran pertama?"

Seorang peserta lain berteriak dengan nada marah, "Kami datang kesini bukan untuk melihat lukisan jelek itu. Kami datang untuk melihat Van Goghs, the Rembrandts. Ayo, mulailah dengan lelang yang sesungguhnya."

Tapi si juru lelang tetap melanjutkan penawarannya, "Sang Putera, Sang Putera, siapa yang menawar Sang Putera?"

Akhirnya ada juga yang menawar lukisan tersebut, sebuah suara yang datang dari barisan yang paling belakang. Ia adalah mantan tukang kebun yang telah lama bekerja di rumah sang bapa. "Saya menawarnya."

"OK, kita sekarang punya satu penawar, siapa yang mau menambah?"

"Berikan padanya, dan tunjukkan master piece yang sesungguhnya," teriak peserta yang lain.

Mereka benar-benar tidak menghendaki lukisan yang mereka anggap tidak mempunyai nilai sama sekali itu.

Si juru lelang akhirnya menyerah, "Baik untuk lukisan Sang Putera, satu kali, dua kali, tiga kali." Dan palupun diketuk.

"Ayo, sekarang kita mulai dengan lelang yang sesungguhnya," teriak seorang peserta dari baris depan.

Si juru lelang meletakkan palunya dan berkata, "Maaf bapak-ibu sekalian, lelang hari ini telah selesai."

"Bagaimana dengan lukisan-lukisan lainnya?" teriak para peserta.

"Maaf bapak-ibu sekalian, sebelum saya diminta untuk memimpin acara lelang ini, saya mendapat pesan rahasia dari pengacara keluarga. Yang dilelang hanyalah lukisan Sang Putera. Barang siapa yang membeli lukisan Sang Putera maka ia akan mendapat seluruh warisan yang ditinggalkan oleh sang bapa, termasuk lukisan-lukisan master piece. Saya tidak boleh membocorkan pesan rahasia ini sampai lukisan Sang Putera ini laku terjual."

Allah memberikan Putera-Nya 2000 tahun yang lalu untuk wafat di kayu salib. Seperti apa yang ditawarkan oleh si juru lelang, "Sang Putera, Sang Putera, siapa yang mau mengambil Sang Putera?" Barangsiapa yang memiliki Sang Putera, maka ia akan mendapatkan segalanya. (Anonim)


selengkapya...

Sabtu, 14 November 2009

MENABUR DAN MENUAI

Seorang pria mengamati tetangganya yang berumur 80 tahun sedang menanam pohon mangga.

Ia bertanya, "Anda tentu tidak berharap untuk menikmati buahnya bukan? Paling sedikit dibutuhkan 20 tahun sampai pohon itu berbuah".

Orang tua itu menghela nafas sejenak dan menjawab, "Tidak, mungkin saya tidak akan pernah melihat pohon ini berbuah. Saya sudah terlalu tua untuk menunggu saat itu. Tapi tidak apa-apa ...

Selama hidup saya sudah menikmati buah mangga ... tetapi bukan dari pohon yang saya tanam sendiri. Kalau saja tidak ada orang yang menanam pohon mangga, seperti yang saya lakukan sekarang, mungkin saya tidak akan pernah bisa menikmati buah mangga.

Saya hanya berusaha berbuat yang sama dan berharap semua orang yang menikmati buahnya akan menanam juga untuk generasi berikutnya."

Yesus bersabda dalam Yohanes 4:37, "... yang seorang menabur dan yang lain menuai ... "

selengkapya...

MENJADI PELOPOR

Suatu kali, ada seorang anak muda dimintai tolong untuk mempersiapkan suatu acara pesta. Dengan berbekal sedikit petunjuk, maka bersama teman-temannya yang lain mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan agar pesta itu dapat berlangsung dengan baik.

Pada saat itu, si anak muda itu begitu bersemangat sekali dalam mewujudkan segala rencana yang telah disusun, dia berusaha memberikan yang terbaik, dia ingin agar namanya tercatat sebagai penyumbang tenaga dan pikiran dengan porsi terbesar sehingga acara tersebut dapat berlangsung. Ditanamkannya dalam otak bahwa tanpa aku, semua rencana itu pasti tidak akan terwujud.

Namun, apa yang terjadi? Ternyata pada hari H-nya, seakan-akan nama anak muda itu hilang ditelan oleh kemeriahan acara. Semua orang sudah tidak lagi menghiraukan bagusnya hiasan, tidak memuji melihat bagusnya panggung, tidak berdecak melihat bagusnya dekorasi, bagusnya apa saja ... mereka semua lebih terlihat memuji para pemain yang tampil, memuji idola mereka.

Si anak itu dan teman-teman yang lain yang telah bekerja keras untuk mewujudkan pesta tersebut dari segi perlengkapan seakan tak pernah ada dan nama-nama mereka seakan tak pernah terlintas dalam pikiran para penonton yang hadir. Entah kenapa, hatinya sungguh sakit ... hatinya sungguh kecewa ... Dia bertanya dan bertanya terus, mengapa? Apakah kerja kami kurang bagus? Apakah hasil kerja kami kurang sempurna? Hati anak muda ini sungguh hancur ....

Dalam hidup, sering pula kita mengalami hal yang sama. Kita telah bersusah payah mengerjakan sesuatu, namun yang dipuji adalah orang lain. Kita sebagai pendahulu sebuah pekerjaan sering dilupakan dan kejayaan kita digantikan oleh orang yang mengakhir pekerjaan kita. Kita pun sering protes, kita sering tidak terima karena kita dilupakan. Kita merasa bahwa tanpa kita maka acara tidak dapat berlangsung, tanpa kita pekerjaan tidak dapat selesai, tanpa kita sebuah organisasi tidak dapat berjalan dengan baik.

Hari ini Tuhan menegur lewat sabdaNya. Kelahiran Yohanes Pembaptis mencelikkan mataku. Yohanes telah diutus mendahului Tuhan Yesus untuk mempersiapkan jalan bagiNya. Yohanes telah diutus mendahului agar mempersiapkan dunia untuk menyambut putra Allah yang akan berkarya... Dengan kata lain, Yohaneslah yang membuat fondasi iman dan Yesus tinggal menerima buah-buah dari pekerjaan Yohanes.

Lalu, apakah Yohanes protes? Apakah Yohanes sakit hati ketika murid-muridnya pergi meninggalkan dia dan mengikuti Yesus? Apakah Yohanes marah karena seketika Yesus muncul, namanya sudah dilupakan oleh orang banyak?

Tidak! Justru Yohanes begitu bangga bahwa dia dapat mempersiapkan jalan bagi seorang Penebus. Dia begitu bangga dapat mengumpulkan murid-murid untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Bahkan dengan terang-terangan Yohanes berkata pada para pengikutnya, "Aku bukanlah Superstar yang kalian tunggu ... Superstar itu akan datang setelah ini dan aku tidak ada apa-apanya" (Kis 13:25)

Yohanes Pembaptis menyadari bahwa panggilannya bukanlah untuk menjadi bintang utama, melainkan hanya sebatas tukang dekorasi saja ... Yohanes menyadari bahwa tugasnya bukanlah untuk menjadi aktor di panggung, melainkan hanyalah sebagai tukang yang mempersiapkan panggung. Yohanes menyadari bahwa keahliannya bukanlah menjadi sang tokoh, melainkan hanya mempersiapkan karpet merah sebagai jalan bagi sang tokoh. Dan itu diterimanya dan dikerjakan dengan penuh syukur!

Sering memang, orang lebih memilih menjadi Yesus ketimbang Yohanes. Orang lebih ingin jadi aktor utama (terkenal) daripada hanya menjadi aktor pengganti (dilupakan). Orang lebih memilih menjadi pemain cadangan (bermain di lapangan) daripada jadi pemain cadangan (sering tidak dimainkan). Orang lebih memilih menjadi bos (dikenal) daripada menjadi anak buah (tidak dikenal).

Peran Yesus ataupun peran Yohanes, keduanya sama-sama penting. Tanpa Yesus ... apa yang dikerjakan oleh Yohanes rasanya tidak ada artinya. Sedangkan tanpa Yohanes, rasanya karya Yesus juga tidak akan berjalan baik, bahkan tidak mungkin tidak ada. Yohanes telah dipilih sejak dari kandungan untuk mempersiapkan karya Yesus. Satu yang membedakan dengan kasus anak muda tadi, yaitu Yohanes sadar bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah untuk dirinya, melainkan untuk orang lain yang akan menggunakan "hasil karyanya" itu.

Dengan penerimaan diri itulah Yohanes tetap menganggap apa yang dikerjakannya tak akan sempurna tanpa kehadiran Yesus. Dengan pemahaman diri itulah Yohanes mampu bersyukur dalam segala langkahnya, walaupun tahu nantinya dia akan dilupakan saat Yesus muncul.

Hidup bermasyarakat ini seperti sebuah kereta yang punya empat rodanya. Sebuah kereta akan berjalan dengan baik apabila keempat rodanya bundar semua dan dapat berputar dengan baik. Bila kita bisa menjalankan hidup ini seperti kereta dengan empat roda yang baik, maka hidup akan penuh dengan warna.

Namun, jika salah satu roda di kereta rusak/patah, maka tentunya hidup tidak akan berputar dengan baik. Itu artinya roda depan dan belakang saling mendukung satu sama lain. Tidak bisa roda belakang ingin mendahului roda depan. Semua telah punya posisi masing-masing dan semuanya PENTING. Tidak ada satu roda yang lebih penting dari roda yang lain. Roda depan tidak lebih istimewa daripada roda belakang.

Sekarang bagaimana dengan kita? Apakah kita mampu untuk menerima posisi kita yang mungkin lebih rendah dari orang lain? Apakah kita mampu untuk menghargai pekerjaan kita yang mungkin hanya di belakang layar? Apakah kita mampu memahami talenta kita sendiri? Injil telah memberi kita pilihan, bila kita dipanggil menjadi Yohanes, apakah kita akan tetap jadi Yohanes ataukah kita memaksa menjadi Yesus?

selengkapya...

tipe manusia

Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh
Pembaca, hidup memang tidak lepas dari berbagai tekanan. Lebih-lebih,hidup di alam modern ini yang menyuguhkan beragam risiko. Sampai seorang sosiolog Ulrich Beck menamai jaman kontemporer ini dengan masyarakat risiko (risk society). Alam modern menyuguhkan perubahan cepat dan tak jarang mengagetkan.
Nah, tekanan itu sesungguhnya membentuk watak, karakter, dan sekaligus menentukan bagaimana orang bereaksi di kemudian hari. Pembaca, pada kesempatan ini, saya akan memaparkan empat tipe orang dalam menghadapi berbagai tekanan tersebut. Mari kita bahas satu demi satu tipe manusia dalam menghadapi tekanan hidup ini.
Tipe pertama, tipe kayu rapuh. Sedikit tekanan saja membuat manusia ini patah arang. Orang macam ini kesehariannya kelihatan bagus. Tapi, rapuh sekali di dalam hatinya. Orang ini gampang sekali mengeluh pada
saat kesulitan terjadi.
Sedikit kesulitan menjumpainya, orang ini langsung mengeluh, merasa tak berdaya, menangis, minta dikasihani atau minta bantuan. Orang ini perlu berlatih berpikiran positif dan berani menghadapi kenyataan hidup.
Majalah Time pernah menyajikan topik generasi kepompong (cacoon generation). Time mengambil contoh di Jepang, di mana banyak orang menjadi sangat lembek karena tidak terbiasa menghadapi kesulitan. Menghadapi orang macam ini, kadang kita harus lebih berani tega. Sesekali mereka perlu belajar dilatih menghadapi kesulitan. Posisikan kita sebagai pendamping mereka.
Tipe kedua, tipe lempeng besi. Orang tipe ini biasanya mampu bertahan dalam tekanan pada awalnya. Namun seperti layaknya besi, ketika situasi menekan itu semakin besar dan kompleks, ia mulai bengkok dan
tidak stabil. Demikian juga orang-orang tipe ini. Mereka mampu menghadapi tekanan, tetapi tidak dalam kondisi berlarut-larut.
Tambahan tekanan sedikit saja, membuat mereka menyerah dan putus asa. Untungnya, orang tipe ini masih mau mencoba bertahan sebelum akhirnya menyerah. Tipe lempeng besi memang masih belum terlatih. Tapi, kalau
mau berusaha, orang ini akan mampu membangun kesuksesan dalam hidupnya.
Tipe ketiga, tipe kapas. Tipe ini

cukup lentur dalam menghadapi tekanan. Saat tekanan tiba, orang mampu bersikap fleksibel. Cobalah Anda menekan sebongkah kapas. Ia akan mengikuti tekanan yang terjadi.
Ia mampu menyesuaikan saat terjadi tekanan. Tapi, setelah berlalu, dengan cepat ia bisa kembali ke keadaan semula. Ia bisa segera melupakan masa lalu dan mulai kembali ke titik awal untuk memulai lagi.
Tipe keempat, tipe manusia bola pingpong. Inilah tipe yang ideal dan terhebat. Jangan sekali-kali menyuguhkan tekanan pada orang-orang ini karena tekanan justru akan membuat mereka bekerja lebih giat, lebih termotivasi, dan lebih kreatif. Coba perhatikan bola pingpong. Saat ditekan, justru ia memantuk ke atas dengan lebih dahsyat. Saya teringat kisah hidup motivator dunia Anthony Robbins dalam salah satu biografinya.
Untuk memotivasi dirinya, ia sengaja membeli suatu bangunan mewah, sementara uangnya tidak memadai. Tapi, justru tekanan keuangan inilah yang membuat dirinya semakin kreatif dan tertantang mencapai tingkat
finansial yang diharapkannya. Hal ini pernah terjadi dengan seorang kepala regional sales yang performance- nya bagus sekali.
Bangun network
Tetapi, hasilnya ini membuat atasannya tidak suka. Akibatnya, justru dengan sengaja atasannya yang kurang suka kepadanya memindahkannya ke daerah yang lebih parah kondisinya. Tetapi, bukannya mengeluh seperti
rekan sebelumnya di daerah tersebut. Malahan, ia berusaha membangun netwok, mengubah cara kerja, dan membereskan organisasi. Di tahun kedua di daerah tersebut, justru tempatnya berhasil masuk dalam daerah tiga top sales.
sekuat apakah mental Anda?
selengkapya...

Jumat, 13 November 2009

PERGI KE GEREJA

Seorang nenek sedang menyambut cucu-cucunya pulang dari sekolah. Mereka adalah anak-anak muda yang sangat cerdas dan sering menggoda nenek mereka.

Kali ini, cucu tertuanya mulai menggoda dia dengan berkata, "Nek, apakah nenek masih pergi ke gereja pada hari minggu?"

"Tentu!"

"Apa yang nenek peroleh dari gereja? Apakah nenek bisa memberitahu kami tentang Injil minggu lalu?"

"Tidak, nenek sudah lupa. Nenek hanya ingat bahwa nenek menyukainya."

"Lalu apa isi khotbah pendeta?"

"Nenek tidak ingat. Nenek sudah semakin tua dan ingatan nenek melemah. Nenek hanya ingat bahwa ia telah memberikan khotbah yang memberi kekuatan, Nenek menyukai khotbah itu."

"Tapi, nek," si cucu menggoda, "Apa untungnya pergi ke gereja jika nenek tidak mendapatkan sesuatu dariNya?"

Nenek itu terdiam oleh kata-kata itu dan ia duduk di sana merenung...

Kemudian nenek itu berdiri dan keluar dari ruangan tempat mereka semua duduk, dan berkata, "Anak-anak, ayo ikut nenek ke dapur."

Ketika mereka tiba di dapur, dia mengambil tas rajutan dan memberikannya kepada si cucu tertua itu, sambil berkata, "Bawalah ini ke mata air, dan isilah dengan air, lalu bawa kemari!"

"Nenek, apa nenek tidak sedang melucu? Air di dalam tas rajutan...! Nek, apa ini bukan lelucon?"

"Tidak.., lakukanlah seperti yang kuperintahkan. Saya ingin memperlihatkan kepadamu sesuatu."

Maka cucu itu pun berlari keluar, dan dalam beberapa menit ia kembali dengan tas yang bertetes-teteskan air. "Lihat,nek," katanya. "Tidak ada air di dalamnya."

"Benar," katanya. "Tapi lihatlah betapa bersihnya tas itu sekarang. Anak-anak, tidak pernah kamu ke gereja tanpa mendapatkan sesuatu yang baik, meskipun kamu tidak mengetahuinya."

Apakah Anda juga?

selengkapya...

PERANGKAP

Teman, saya pernah membaca suatu hal yang menarik tentang perangkap. Suatu sistem yang unik, telah dipakai di hutan-hutan Afrika untuk menangkap monyet yang ada disana. Sistem itu memungkinkan untuk menangkap monyet dalam keadaan hidup, tak cedera, agar bisa dijadikan hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika.

Sang pemburu monyet, akan menggunakan sebuah toples berleher panjang dan sempit, dan menanamnya di tanah. Toples kaca yang berat itu berisi kacang, ditambah dengan aroma yang kuat dari bahan-bahan yang disukai monyet-monyet Afrika. Mereka meletakkannya di sore hari dan mengikat (menanam) toples itu erat-erat ke dalam tanah. Keesokan harinya, mereka akan menemukan beberapa monyet yang terperangkap, dengan tangan yang terjulur, dalam setiap botol yang dijadikan jebakan.

Tentu, kita tahu mengapa ini terjadi. Monyet-monyet itu tak melepaskan tangannya sebelum mendapatkan kacang-kacang yang menjadi jebakan. Mereka tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples, lalu mengamati, menjulurkan tangan, dan terjebak. Monyet itu, tak akan dapat terlepas dari toples, sebelum ia melepaskan kacang yang sedang digenggamnya. Selama ia tetap mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula ia terjebak. Toples itu terlalu berat untuk diangkat, sebab tertanam di tanah. Monyet tak akan dapat pergi kemana-mana.

Teman, kita mungkin tertawa dengan tingkah monyet itu. Kita bisa jadi terbahak saat melihat kebodohan monyet yang terperangkap dalam toples. Tapi, mungkin, sesungguhnya, kita sedang menertawakan diri kita sendiri. Betapa sering, kita mengengam setiap permasalahan yang kita miliki, layaknya monyet yang mengenggam kacang. Kita sering mendendam, tak mudah memberikan maaf, tak mudah melepaskan maaf, memendam setiap amarah dalam dada, seakan tak mau melepaskan selamanya.

Seringkali, kita, yang bodoh ini, membawa "toples-toples" itu kemana pun kita pergi. Dengan beban yang berat, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap dengan persoalan pribadi yang kita alami.

Teman, bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lalu, dan menatap hari esok dengan lebih cerah? Bukankah lebih menyenangkan, untuk memberikan maaf bagi setiap orang yang pernah berbuat salah kepada kita? Karena, kita pun bisa jadi juga bisa berbuat kesalahan yang sama. Bukankah lebih terasa nyaman, saat kita membagikan setiap masalah kepada orang lain, kepada teman, agar di cari penyelesaiannya, daripada terus dipendam?

selengkapya...

PENGORBANAN

Pada suatu ketika terdapatlah suatu jembatan putar yang berukuran besar, yang melintasi satu sungai yang lebar. Pada hampir setiap hari, jembatan ini terpasang dengan badan jembatan sejajar dengan tepi sungai sehingga kapal-kapal dari kedua sisi jembatan dapat berlayar melewati sungai dengan bebas.

Tetapi, pada waktu-waktu tertentu, satu kereta api selalu datang melalui tempat ini dan jembatan itu dipasang melewati sungai sehingga kereta api ini dapat menyeberangi sungai.

Sang penjaga jembatan berada di sebuah pos kecil di satu sisi dari sungai, di mana ia dapat mengoperasikan pengontrolan jembatan sehingga jembatan itu dapat diputar dan dipasang pada tempatnya ketika kereta api itu datang.

Pada satu senja, ketika sang penjaga jembatan sedang menunggu kereta api terakhir untuk datang, ia menatap ke kejauhan, melalui cahaya senja yang mulai meredup, dan melihat lampu kereta api. Ia masuk ke tempat pengontrolan jembatan dan menunggu sampai kereta tersebut ada pada jarak yang sudah ditentukan sebelum ia memutar jembatan itu.

Ia memutar jembatan itu sehingga dapat terpasang pada tempatnya, tetapi dengan perasaan terkejut, ia menyadari bahwa kontrol penguncian jembatan tidak bekerja dengan lancar. Jika jembatan tidak terkunci dengan aman pada posisinya, jembatan itu dapat bergoyang ke depan dan belakang pada ujungnya ketika kereta api datang melaluinya, sehingga kereta api tersebut dapat lepas dari jalur jembatan dan jatuh tenggelam ke dalam sungai. Kereta yang akan datang adalah kereta api penumpang yang sarat dengan penumpang.

Ia meninggalkan posnya dengan jembatan terpasang melewati sungai, dan tergesa-gesa berjalan ke tepi sungai di seberang, di mana terdapat sebuah tuas yang ia dapat gunakan untuk mengunci secara manual. Ia dapat mendengar deru kereta sekarang, dan dengan menjulurkan badannya ke depan dan menumpukan berat badannya, ia mengunci jembatan tesebut. Banyak jiwa bertumpu pada kekuatan orang ini.

Lalu, suatu suara datang dari arah sisi jembatan yang lain -suara yang membuat darahnya mendesir.- "Papa, di mana Papa berada?" Anaknya yang berumur empat tahun sedang berlari menyebrangi jembatan untuk mencarinya. Instingnya yang pertama adalah untuk berteriak kepada anaknya, "Lari! Lari!" Tetapi kereta ini terlalu dekat. Kakinya yang mungil tidak akan dapat berlari menyeberangi jembatan dengan cukup waktu.

Orang ini hampir saja meninggalkan tuas itu untuk berlari dan menjangkau anaknya dan membawanya ke tempat yang aman, tapi ia menyadari bahwa ia tidak akan dapat menjangkau tuas ini pada waktunya. Ia harus memilih -apakah orang-orang yang berada di kereta, atau anaknya, yang harus mati. Ia hanya membutuhkan satu saat saja untuk mengambil keputusannya.

Kereta berlalu dengan kencang dan aman pada tempatnya, dan tiada seorangpun di kereta yang bahkan menyadari bahwa sesosok tubuh yang mungil dan hancur, terlontar secara tidak berdaya ke dalam sungai, tersorong oleh kereta yang melaju. Mereka juga tidak menyadari sesosok figur manusia yang menyedihkan dan menangis, yang tetap memeluk erat tuas pengunci lama setelah kereta tersebut berlalu.

Mereka tidak melihat bagaimana ia berjalan pulang dengan gontai dan lebih lama dari biasanya untuk memberitahukan istrinya bagaimana ia telah mengorbankan anaknya.

Sekarang, apabila saudara dapat mengerti perasaannya, yang melanda hati orang ini, saudara dapat mulai mengerti bagaimana perasaan Bapa Surgawi kita, ketika Ia mengorbankan AnakNya untuk menjembatani jurang di antara kita, dan kehidupan yang kekal. Apakah saudara akan terkejut bahwa Bapalah yang membuat bumi berguncang dan langit menjadi gelap ketika AnakNya wafat? Dan bagaimana perasaanNya ketika kita semua tergesa-gesa melewati kehidupan tanpa meluangkan waktu sedikit pun untuk memikirkan apa yang telah Ia lakukan bagi kita melalui Yesus Kristus?

Kapankah saat terakhir Saudara bersyukur kepada Tuhan akan pengorbanan AnakNya?

selengkapya...

PENDERITAAN

Seorang anak perempuan mengeluh pada sang ayah tentang kehidupannya yang sangat berat. Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan bermaksud untuk menyerah. Ia merasa capai untuk terus berjuang dan berjuang. Bila satu persoalan telah teratasi, maka persoalan yang lain muncul.

Lalu, ayahnya yang seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci dengan air kemudian menaruh ketiganya di atas api. Segera air dalam panci-panci itu mendidih. Pada panci pertama dimasukkannya beberapa wortel. Ke dalam panci kedua dimasukkannya beberapa butir telur. Dan, pada panci terakhir dimasukkannya biji-biji kopi. Lalu dibiarkannya ketiga panci itu beberapa saat tanpa berkata sepatah kata.

Sang anak perempuan mengatupkan mulutnya dan menunggu dengan tidak sabar. Ia keheranan melihat apa yang dikerjakan ayahnya. Setelah sekitar dua puluh menit, ayahnya mematikan kompor. Diambilnya wortel-wortel dan diletakkannya dalam mangkok. Diambilnya pula telur-telur dan ditaruhnya di dalam mangkok. Kemudian dituangkannya juga kopi ke dalam cangkir.

Segera sesudah itu ia berbalik kepada putrinya, dan bertanya: "Sayangku, apa yang kaulihat?"

"Wortel, telur, dan kopi," jawab anaknya.

Sang ayah membawa anaknya mendekat dan memintanya meraba wortel. Ia melakukannya dan mendapati wortel-wortel itu terasa lembut. Kemudian sang ayah meminta anaknya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah mengupas kulitnya si anak mendapatkan telur matang yang keras. Yang terakhir sang ayah meminta anaknya menghirup kopi. Ia tersenyum saat mencium aroma kopi yang harum. Dengan rendah hati ia bertanya "Apa artinya, bapa?"

Sang ayah menjelaskan bahwa setiap benda telah merasakan penderitaan yang sama, yakni air yang mendidih, tetapi reaksi masing-masing berbeda. Wortel yang kuat, keras, dan tegar, ternyata setelah dimasak dalam air mendidih menjadi lembut dan lemah. Telur yang rapuh, hanya memiliki kulit luar tipis yang melindungi cairan di dalamnya. Namun setelah dimasak dalam air mendidih, cairan yang di dalam itu menjadi keras. Sedangkan biji-biji kopi sangat unik. Setelah dimasak dalam air mendidih, kopi itu mengubah air tawar menjadi enak.

"Yang mana engkau, anakku?" sang ayah bertanya. "Ketika penderitaan mengetuk pintu hidupmu, bagaimana reaksimu? Apakah engkau wortel, telur, atau kopi?"

Bagaimana dengan ANDA, sobat?

Apakah Anda seperti sebuah wortel, yang kelihatan keras, tetapi saat berhadapan dengan kepedihan dan penderitaan menjadi lembek, lemah, dan kehilangan kekuatan?

Apakah Anda seperti telur, yang mulanya berhati penurut? Apakah engkau tadinya berjiwa lembut, tetapi setelah terjadi kematian, perpecahan, perceraian, atau pemecatan, Anda menjadi keras dan kepala batu? Kulit luar Anda memang tetap sama, tetapi apakah Anda menjadi pahit, tegar hati, serta kepala batu?

Atau apakah Anda seperti biji kopi? Kopi mengubah air panas, hal yang membawa kepedihan itu, bahkan pada saat puncaknya ketika mencapai 100ยบ C. Ketika air menjadi panas, rasanya justru menjadi lebih enak.

Apabila Anda seperti biji kopi, maka ketika segala hal seolah-olah dalam keadaan yang terburuk sekalipun Anda dapat menjadi lebih baik dan juga membuat suasana di sekitar Anda menjadi lebih baik.

Bagaimana cara Anda menghadapi penderitaan? Apakah seperti wortel, telur, atau biji kopi?

selengkapya...

PENCURI KUE

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara lalu menemukan tempat duduk di sebelah lelaki. Sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru saja dibelinya.

Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan.

Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani itu mulai menghabiskan kue-kuenya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berpikir Kalau aku bukan orang baik, sudah kutonjok dia! Setiap ia mengambil satu kue, si Lelaki juga mengambil satu.

Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua. Si lelaki menawarkan separo miliknya, sementara ia makan yang separonya lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir, Ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar, malah ia tidak kelihatan berterima kasih. Belum pernah rasanya ia begitu kesal.

Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si "Pencuri tak tahu terima kasih!" Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget.

Disitu ada kantong kuenya, di depan matanya. Koq milikku ada di sini erangnya dengan patah hati, Jadi kue tadi adalah miliknya dan ia mencoba berbagi. Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih dan dialah pencuri kue itu.

selengkapya...

PELAJARAN DARI SEORANG GELANDANGAN

Hari itu, hari Minggu yang dingin di musim gugur. Pelataran parkir menuju gereja sudah hampir penuh. Ketika aku keluar dari mobilku, aku melihat bahwa teman-temanku sesama anggota gereja saling berbisik-bisik sementara mereka berjalan menuju gereja.

Ketika aku hampir sampai, aku melihat seorang pria terbaring di dinding di luar gereja. Dia tergeletak sedemikian rupa seakan-akan dia sedang tidur. Dia mengenakan sebuah mantel panjang yang robek-robek dan sebuah topi di kepalanya, jatuh ke bawah menutupi wajahnya. Dia memakai sepatu yang kelihatannya sudah berumur 30 tahun, terlalu kecil untuk kakinya, dengan lubang di sana sini, jarinya menyembul keluar.

Kelihatannya pria ini seorang gelandangan yang tidak memiliki rumah (tuna wisma), dan sedang tertidur, sehingga aku terus berjalan ke pintu gereja.

Kami berkumpul selama beberapa menit, dan seseorang menyampaikan tentang pria yang terbaring di luar. Orang-orang mentertawakan dan berbisik-bisik membicarakan masalah ini tetapi tidak ada yang mau mengajak pria itu untuk masuk ke dalam, termasuk aku.

Beberapa lama kemudian kebaktian dimulai. Kami semua menunggu Pendeta yang akan maju ke depan dan menyampaikan Firman Tuhan, ketika pintu gereja terbuka.

Muncullah pria tunawisma itu berjalan di lorong gereja dengan kepala tertunduk.

Semua orang menarik nafas dan berbisik-bisik dan terkejut.

Pria itu terus berjalan dan akhirnya sampai di panggung, dia membuka topi dan mantelnya. Hatiku terguncang.

Di sana berdiri pendeta kami ... dialah "gelandangan" itu.

Tidak ada seorangpun yang berbicara.

Pendeta mengambil Alkitabnya dan meletakkannya di mimbar.

"Jemaat, saya kira tidak perlu bagi saya untuk mengatakan apa yang akan saya khotbahkan hari ini. Jika kamu terus menghakimi dan menilai orang, kamu tidak akan punya waktu untuk mengasihi mereka."

selengkapya...

PEJALAN KAKI

Ada cerita mengenai seorang pejalan kaki yang mengadakan perjalanan pada malam bersalju melalui salju yang tebal dan udara dingin dibawah nol. Dia sudah begitu lelah. Dia tahu kakinya sudah beku dan dia rasa dia tidak dapat pergi lebih jauh. Dia tergoda untuk menyerah dan berbaring di atas salju. Tapi dia sadar itu berarti kematian.

Sementara ia berjuang pada jalan bersalju, dia terantuk pada satu gundukan. Itu adalah tubuh seseorang. Dia balikkan orang itu dan dia lihat bahwa orang ini masih hidup. Dia mulai berkata kepadanya dan digosoknya tangan dan kaki orang itu. Dia angkat orang itu dengan menggunakan tenaganya yang sisa, dia taruh orang itu di punggungnya dan berjuang kembali menempuh jalan yang bersalju sambil mendukung orang yang ditemukannya di jalan itu.

Tidak lama kemudian, ia mulai berkeringat dan dia merasakan aliran darahnya mengalir kembali pada anggota tubuhnya. Di kejauhan ia lihat cahaya. Dia maju terus dan jatuh tepat di depan pintu rumah. Petani serta istrinya yang tinggal di rumah itu mengambil dua tubuh laki-laki setengah kaku. Mereka memberikan kehangatan, makanan dan tempat tidur.

Orang yang ditolong mengucapkan terima kasih kepada penolongnya karena telah menyelamatkan jiwanya. Pejalan kaki tadi berkata,"Saya senang bertemu anda, oleh karena dalam menolong hidup Anda, saya menyelamatkan nyawa saya sendiri, karena saya sudah untuk menyerah juga tadinya."

Setiap usaha yang dibuat untuk Kristus akan bereaksi jadi berkat pada kita sendiri. Setiap tugas yang dilakukan, setiap pengorbanan yang dibuat dalam nama Yesus membawa upah yang besar.

Pada setiap kegiatan dari tugas kita, Allah berkata, 'Dia memberikan berkatNya'. Kita harus hidup di dunia ini untuk memenangkan jiwa bagi Juru Selamat.

Jika kita melukai orang lain berati kita melukai diri kita sendiri.

Jika kita memberkati orang lain kita juga memberkati diri kita; karena perbuatan yang baik dipancarkan kembali pada hati kita.

Setiap kata simpati yang diucapkan pada orang yang berduka, setiap perbuatan untuk melepaskan yang tertekan dan setiap pemberian yang akan memenuhi kebutuhan saudara kita, diberi atau dibuat dengan satu kemuliaan Allah yang akan menyebabkan berkat bagi yang memberi.

Kesukaan berbuat baik pada orang lain memberi cahaya pada perasaan-perasaan yang memancar melalui syaraf, mempercepat sirkulasi darah dan menyokong mental dan kesehatan tubuh.

selengkapya...

PASANGAN HIDUP SEJATI

Suatu waktu, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang isteri. Dia mencintai isteri yang keempat dan memberinya harta dan kekayaan yang banyak. Sebab dialah yang tercantik di antara semua isterinya.

Pria ini sangat bangga dengan isteri ketiganya, dan selalu berusaha memperkenalkannya kepada semua temannya. Ia juga selalu kuatir kalau isterinya ini akan lari dengan pria yang lain.

Iapun sangat menyukai isteri keduanya yang sabar dan pengertian. Bila pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan isterinya ini. Dialah tempatnya bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.

Isteri yang pertama adalah pasangan yang setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini. Dialah yang merawat dan mengatur kekayaan dan usaha sang suami. Akan tetapi sang pedagang tidak begitu mencintainya. Walaupan sang isteri pertama ini begitu sayang kepadanya, namun ia tidak begitu memperdulikannya.

Suatu ketika sang pedagang sakit dan menyadari bahwa dia akan segera meningagl. Lalu ia meminta semua isterinya datang. Ia bertanya kepada isteri keempatnya, "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Maukah engkau menemaniku?"

Isterinya terdiam, lalu menjawab, "tentu saja tidak," lalu ia pergi tanpa berkata-kata lagi.

Jawaban itu sangat menyakitkan hatinya. Pedagang ini lalu bertanya kepada isteri ketiganya, "Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku?"

Isterinya menjawab, "Hidup begitu indah di sini, Aku akan menikah lagi jika kau mati."

Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Lalu, ia bertanya kepada isteri keduanya, "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau aku mati, maukah engkau ikut mendampingiku?"

Sang isteri menjawab pelan, "Maafkan aku," ujarnya, "aku tidak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu sampai liang kubur saja. Nanti kubuatkan makam yang indah buatmu."

Jawaban itu seperti kilat yang menyambar.

Sang pedagang merasa putus asa. Tiba-tiba terdengar sebuah suara, "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut ke manapun engkau pergi. Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu."

Sang pedagang menoleh ke samping, dan mendapati isteri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus seperti orang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja aku bisa merawatmu lebih baik saat aku mampu, tak akan kau seperti ini isteriku."

Sesungguhnya kita punya 4 isteri dalam hidup ini. Isteri yang keempat adalah tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa pada saat kita menghadapNya.

Isteri yang ketiga adalah status sosial dan kekayaan. Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan pergi dan melupakan kita yang pernah memilikinya. Sedangkan isteri kedua adalah kerabat dan teman-teman. Bagaimanapun dekatnya hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bersama kita selamanya. Hanya sampai kuburlah mereka menemani kita.

Sesungguhnya isteri pertama adalah jiwa dan kebenaran kita. Mungkin kita sering mengabaikan dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun sebenarnya hanya jiwa dan kebenaran yang kita lakukanlah yang mampu untuk terus dan setia dan mendampingi ke manapun kita melangkah. Jika jiwa terpaut kepada Yesus dan kita melakukan perbuatan-perbuatan baik dalam kebenaran, maka itu akan mengantar kita ke dalam kehidupan kekal.

selengkapya...

Selasa, 03 November 2009

POHON TUA

Suatu ketika di sebuah padang, terdapat sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun oleh dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu tampak gagah dibandingkan dengan pohon-pohon lain di sekitarnya.

Pohon itu pun menjadi tempat hidup bagi beberapa burung di sana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka di dalam pohon yang besar itu. Pohon itu pun merasa senang karena ia mendapatkan teman saat mengisi hari-harinya yang panjang.

Orang-orang bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk dan membuka bekal makan di bawah naungan dahan-dahannya yang rindang. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon bangga mendengar perkataan tadi.

Waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu dimilikinya. Burung-burung pun mulai enggan bersarang di sana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.

Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini?" Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaannya belum berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.
"Cittt ... cericirit ... cittt" Ah suara apa itu? Ternyata, ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya. "Cittt ... cericirit ... cittt, suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru. Satu ... dua ... tiga ... dan empat anak burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon.

Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung jenis tertentu tertarik untuk bersarang di sana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering daripada sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar.

Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang tunas tersenyum. Ah, rupanya, air mata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.

***

Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik? Allah memang selalu punya rencana-rencana rahasia buat kita. Allah, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan jawaban-jawaban buat kita. Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah di tebak, namun, yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita.

Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya kita karunia yang berlimpah. Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati. Saat Allah memberikan cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Allah, sedang MENUNDA memberikan kemuliaan-Nya. Allah tidak memilih untuk menumbangkannya, sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia. Allah, sedang menguji kesabaran yang dimiliki.

Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkan-Nya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Allah, selalu bersama orang-orang yang sabar.

selengkapya...

PENGORBANAN

Pada suatu ketika terdapatlah suatu jembatan putar yang berukuran besar, yang melintasi satu sungai yang lebar. Pada hampir setiap hari, jembatan ini terpasang dengan badan jembatan sejajar dengan tepi sungai sehingga kapal-kapal dari kedua sisi jembatan dapat berlayar melewati sungai dengan bebas.

Tetapi, pada waktu-waktu tertentu, satu kereta api selalu datang melalui tempat ini dan jembatan itu dipasang melewati sungai sehingga kereta api ini dapat menyeberangi sungai.

Sang penjaga jembatan berada di sebuah pos kecil di satu sisi dari sungai, di mana ia dapat mengoperasikan pengontrolan jembatan sehingga jembatan itu dapat diputar dan dipasang pada tempatnya ketika kereta api itu datang.

Pada satu senja, ketika sang penjaga jembatan sedang menunggu kereta api terakhir untuk datang, ia menatap ke kejauhan, melalui cahaya senja yang mulai meredup, dan melihat lampu kereta api. Ia masuk ke tempat pengontrolan jembatan dan menunggu sampai kereta tersebut ada pada jarak yang sudah ditentukan sebelum ia memutar jembatan itu.

Ia memutar jembatan itu sehingga dapat terpasang pada tempatnya, tetapi dengan perasaan terkejut, ia menyadari bahwa kontrol penguncian jembatan tidak bekerja dengan lancar. Jika jembatan tidak terkunci dengan aman pada posisinya, jembatan itu dapat bergoyang ke depan dan belakang pada ujungnya ketika kereta api datang melaluinya, sehingga kereta api tersebut dapat lepas dari jalur jembatan dan jatuh tenggelam ke dalam sungai. Kereta yang akan datang adalah kereta api penumpang yang sarat dengan penumpang.

Ia meninggalkan posnya dengan jembatan terpasang melewati sungai, dan tergesa-gesa berjalan ke tepi sungai di seberang, di mana terdapat sebuah tuas yang ia dapat gunakan untuk mengunci secara manual. Ia dapat mendengar deru kereta sekarang, dan dengan menjulurkan badannya ke depan dan menumpukan berat badannya, ia mengunci jembatan tesebut. Banyak jiwa bertumpu pada kekuatan orang ini.

Lalu, suatu suara datang dari arah sisi jembatan yang lain -suara yang membuat darahnya mendesir.- "Papa, di mana Papa berada?" Anaknya yang berumur empat tahun sedang berlari menyebrangi jembatan untuk mencarinya. Instingnya yang pertama adalah untuk berteriak kepada anaknya, "Lari! Lari!" Tetapi kereta ini terlalu dekat. Kakinya yang mungil tidak akan dapat berlari menyeberangi jembatan dengan cukup waktu.

Orang ini hampir saja meninggalkan tuas itu untuk berlari dan menjangkau anaknya dan membawanya ke tempat yang aman, tapi ia menyadari bahwa ia tidak akan dapat menjangkau tuas ini pada waktunya. Ia harus memilih -apakah orang-orang yang berada di kereta, atau anaknya, yang harus mati. Ia hanya membutuhkan satu saat saja untuk mengambil keputusannya.

Kereta berlalu dengan kencang dan aman pada tempatnya, dan tiada seorangpun di kereta yang bahkan menyadari bahwa sesosok tubuh yang mungil dan hancur, terlontar secara tidak berdaya ke dalam sungai, tersorong oleh kereta yang melaju. Mereka juga tidak menyadari sesosok figur manusia yang menyedihkan dan menangis, yang tetap memeluk erat tuas pengunci lama setelah kereta tersebut berlalu.

Mereka tidak melihat bagaimana ia berjalan pulang dengan gontai dan lebih lama dari biasanya untuk memberitahukan istrinya bagaimana ia telah mengorbankan anaknya.

Sekarang, apabila saudara dapat mengerti perasaannya, yang melanda hati orang ini, saudara dapat mulai mengerti bagaimana perasaan Bapa Surgawi kita, ketika Ia mengorbankan AnakNya untuk menjembatani jurang di antara kita, dan kehidupan yang kekal. Apakah saudara akan terkejut bahwa Bapalah yang membuat bumi berguncang dan langit menjadi gelap ketika AnakNya wafat? Dan bagaimana perasaanNya ketika kita semua tergesa-gesa melewati kehidupan tanpa meluangkan waktu sedikit pun untuk memikirkan apa yang telah Ia lakukan bagi kita melalui Yesus Kristus?

Kapankah saat terakhir Saudara bersyukur kepada Tuhan akan pengorbanan AnakNya?

selengkapya...

Setiap Masalah Bisa Dipecahkan

Pada suatu hari, dalam seminar doktoral tingkat atas mengenai matematika, seorang profesor menuliskan soal yang tidak bisa dipecahkan di papan tulis. Para ahli matematika sudah berusaha selama bertahun-tahun menemukan jawaban soal ini.

Profesor berusaha menekankan kepada para mahasiswa bahwa tidak ada jawaban yang mudah. Dia mengatakan kepada mereka, "Soal ini tidak bisa dipecahkan, tetapi saya ingin kalian melewatkan waktu satu jam penuh untuk berusaha memecahkannya."

Seorang mahasiswa datang kira-kira lima menit setelah profesor memberikan tugas itu. Dia duduk, melihat soal di papan tulis dan mulai mengerjakannya, dan dia memecahkannya, hanya karena dia tidak pernah mendengar ada orang mengatakan soal itu tidak bisa dipecahkan.

Saya bertanya-tanya dalam hati sebanyak apa masalah yang tidak bisa dipecahkan oleh Anda dan saya hanya karena kita mendengar tidak ada pemecahannya.

Kunci pertama untuk menangani masalah adalah mendapatkan pendirian yang benar: bahwa setiap masalah bisa dipecahkan.

"Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Lukas 1:37).

selengkapya...